Gambar Ilustrasi: Objek in Frame: Yudha Lesmana Pohan; Sunset di Tapak Tuan |
Dialog singkat dengan kakanda Saiful terjadi tadi malam. Semua berawal dari dialog bisnis bersama Bg Aman, dan Ferdinand di Kedai Kopi sampai berlanjut ketika pulang kerumah. Sebuah kenikmatan ketika diskusi berlanjut sampai pagi. Ingin rasanya pagi itu langsung menuliskan dan mengambil intisari diskusi, karena aku takut pembicaraan tersebut berlalu begitu saja. Namun karena kantuk yang mulai menyerang serta fikiran yang terbawa dalam hasil diskusi, tanpa sadar suara klakson mobil tetangga mulai membangunkanku.
Diskusi panjang yang terjadi, mengarah
pada gejolak fikiran didalam diri sendiri. Pengetahuan dalam kehidupan duniawi
begitu sedikit yang dipahami. Mulai dari kehidupan sosial, ekonomi, budaya,
filsafat, serta seni dan politik. Banyak hal yang ingin diketahui ataupun
dipelajari. Banyak daftar buku yang belum terselesaikan untuk dibaca. Seolah
kesibukan sehari-hari tidak sebanding dengan waktu yang tersedia. Lantas
bagaimana lagi dengan agama. Walaupun gen keluarga serta lingkungan yang tidak
begitu mendukung, namun dalam hati nurani ingin mempelajari tentang hal-hal
yang dasar.
Baru beberapa waktu yang lalu aku menulis
tentang pentingnya belajar sejarah. Nah, aku sendiri yang menganut sebuah
kepercayaan, seolah mengimani atau memeluk agama atas dasar garis keturunan. Mengapa? Aku tidak
benar-benar mengetahui apa yang ada didalamnya. Sejatinya, seseorang yang telah tumbuh dewasa, harus mampu membuktikan atau meyakinkan
diri bahwa apa yang telah diyakini ini adalah memang benar adanya.
Islam itu satu, namun mengapa banyak
aliran atau golongan. Tak sekedar itu, banyak sejarah ataupun kisah para nabi
yang belum aku ketahui. Lantas, bagaimana dengan ucapanku dalam tulisan tempo
lalu yang "Melihat Peluang dari Sejarah". Apakah aku hanya akan menjadi seorang
pembual yang bisanya hanya
berkomentar dan menuliskan tanpa melakukan. Bukankah perbuatan lebih mulia
dibandingkan dengan perkataan. Atau istilah yang mudah dipahami “Perbuatan
adalah isi, perkataan adalah kulitnya”. Walupun kita tahu isi itu penting,
namun kulit juga harus tetap djaga.
Kembali pada topik yang terjadi tadi,
pergolakan didalam diri soal waktu dan begitu banyak hal yang harus dipelajari
menjadi sebuah tantangan tersendiri. Bila kita berjalan tanpa ada rencana, maka
aku adalah orang yang merugi. Pasrah terhadap kehidupan
dan jalani saja apa yang menjadi kesenangan bagimu adalah suatu tindakan yang konyol.
Setiap orang pasti ingin lebih maju, lebih
tinggi derajatnya, lebih baik dari hari yang kemarin. Lantas kalau tidak ada
orientasi atau tujuan yang hendak dicapai, apa yang mau dilakukan. Toh ada
rencana pun terkadang lalai dengan suasana, apalagi tidak ada arah.
“Lantas, apa kira-kira tindakan yang harus
aku lakukan disaat begitu banyak hal yang harus aku pelajari dan aku
kembangkan. Mulai dari pendidikan, usaha urusan romansa. Kemudian bagaimana aku
mempelajari agama? Bagaimana aku mengatur waktunya? Berarti memang harus seimbang yah...?”
“BODOH kali POLA FIKIRMU itu!”
Itulah jawaban yang aku terima.
Hahahaha..... nah, lantas apa jawaban atas pernyataan itu??
“Semua hal itu berfokuslah terhadap yang kekal, yaitu
akhirat. Kamu belajar, bekerja, menjalin hubungan semua karena Allah SWT. Tak
ada hal yang melarang keinginan yang akan adinda lakukan, ketika itu memang
tidak bertentangan dengan aturan dan larangannya. Semua sudah jelas”
“ Lakukan semua hal karena ridha dari Allah SWT ”
Bukan bermaksud berperilaku sok religius ataupun layaknya
“padi yang baru tumbuh”. Tulisanku disini sekedar untuk
ajang sharing dan berbagi. Semoga saja, apa yang aku temukan dari hasil diskusi
ini menjawab dan menguatkan langkahku untuk menjadi pribadi yang lebih baik,
begitu juga dengan kalian.
Aku bukanlah seorang penulis yang handal
yang mampu menterjemahkan isi hati dan fikiran ke dalam tulisan. Namun aku
berusaha untuk menuangkan apa yang telah aku dapati. Membiasakan untuk berbagi ke blog
ketimbang hanya menuliskan dalam catatan perjalanan secara pribadi. Semoga ini
bermanfaat. Amin...