Minggu, 25 maret 2012 aku bersama keluarga pergi ketempat saudara di daerah pesisir pantai. Tepatnya di Dusun Durian, Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Disini ada hal yang menarik yang mungkin tak jarang diketahui oleh banyak orang. Salah satunya cara mengupas kelapa dan mengikatnya menjadi berpasangan.
Cara mengupas kelapa dengan alat (Selundupan) |
Memang kelihatannya mudah, namun setelah mencobanya ternyata sulit untuk melakukannya. Butuh tenaga ekstra dan perlu kehati-hatian untuk melakukannya agar tidak terkena jari kita. untuk mengupas satu buah kelapa aku menbutuhkan waktu 5menit lebih. sedangkan bapak itu kurang dari satu menit sudah selesai. begitu juga untuk mengikat buah kelapa menjadi berpasangan (satu gandeng) juga sangat sulit. bukan hana sekedar kuat tetapi panjang sisinya juga harus sama sehingga untuk disusun atau digantung lebih seimbang.
setelah itu kami sekeluarga belanja ke tempat pelelangan ikan (TPI) pantai labu.
Seorang agen yang mejual tangkapan nelayan di TPI |
disini para nelayan yang melalut menjual hasil tangkapannya ditempat ini. kemudian ada agen atau perantara yang menampungnya dan kemudian perantara tersebut menjualnya lagi ke pengecer atau pedagang ikan keliling yang biasa berjualan dipusat pasar, atau keliling diperkampungan.
aku menyempatkan waktu untuk berbincang-bincang dengan nelayan yang menjual hasil tangkapannya ke TPI tersebut. dari hasil percakapanku dengannya aku mengetahui bahwa ia sudah melaut selama 5 tahun. berawakan 3 orang, dan masih menggunakan peralatan sederhana yaitu jaring dan mata pancing. namun dengan peralatan yang sederhana tersebut mereka sekali melaut secara normal mampu mengantongi Rp 100.000,00. Dalam seminggu mereka dapat melaut sekitar 5kali. jadi saya memprediksikan penghasilan rata-rata mereka secara normal berkisar 2juta perbulan.
selesai percakapan dengan nelayan tersebut, saya berjalan-jalan di pinggiran aliran sungai tersebut. melihat suasana dan aktivitas warga di perumahan nelayan tersebut. ada yang sedang mempersiapkan jaring untuk pergi melaut dan ada juga yang sedang membersihkan jaring setelah melaut. Dari situ baru aku bisa membedakan perahu-perahu mana yang hendak melaut dan mana yang sudah atau selesai melaut. kemudian pandanganku mulai tertuju pada suatu kandang yang berisi 4 ekor burung.
Burung yang bernasib malang |
aku tak tau pasti burung jenis apa namun aku merasa kasihan dengan nasib burung tersebut. yang seharusnya ia bisa terbang bebas menikmati ruang gerak yang bebas dan luas serta mencari ikan dipinggiran pantai.
begitu asyik aku rasa mengamati kehidupan masyarakat pesisir tersebut sampai aku tak menyadari bahwa matahari mulai menenggelamkan sinarnya.
suasana sunset di muara sungai |
namun kehidupan disitu justru makin ramai. banyak warga yang sedang mengangkat tong-tong yang berisi air. ternyata air di sini rasanya payau dan lengket dikulit. sehingga mereka harus mengantri untuk mengambil air bersih yang berasal dari PAM PDAM Tirtanadi Medan. dan aku juga melihat warga juga masih memancing dipinggiran sungai.
warga yang memancing di senja hari |
begitu kontras kehidupan disini dengan kehidupanku biasanya. dari sini aku belajar betapa beruntungnya kehidupanku. semestinya aku harus bersyukur dengan apa yang kumiliki sekarang. karena disetiap tempat, dimanapun lokasi dan bentang alamnya pasti memiliki keunggulan dan kelebihan. walaupun disini aku tidak menggambarkan secara terperinci kehidupan nelayan karena pada awalnya aku hanya ingin menceritakan kisah perjalannanku. namun karena terbawa suasana yang smpat mengalami tinggal dipesisir pantai dalam rangka kemah kerja (bakti sosial) bersama organisasi dikampus, aku merasa begitu menderita sampai-sampai aku menceritakannya mulai melebar. tapi intinya aku hanya berbagi cerita dan mudah-mudahan cerita tersebut dapat bermanfaat bagi pembaca. amien...
Tidak ada komentar :
Posting Komentar